Sabtu, 31 Desember 2016

SERTIFIKAT KEGIATAN SEMINAR NASIONAL DAN BEDAH BUKU


SERTIFIKAT KEGIATAN SEMINAR NASIONAL DAN BEDAH BUKU

Variasi Dalam Penggunaan Media dan Bahan






        Setiap anak didik mempunyai kemampuan indra yang tidak sama baik pendengaran maupun pengelihatannya, demikian juga kemampuan berbicara. Ada yang lebih enak dan senang membaca, ada yang lebih senang mendengarkan dulu baru membaca, dan sebaliknya. Dengan variasi penggunaan media, kelemahan media yang dimiliki tiap anak didiknya misalnya, guru dapat memulai dengan berbicara lebih dahulu, kemudian menulis di papan tulis, dilakukan dengan melihat contoh konkret. Dengan variasi seperti itu dapat member stimulus terhadap indra anak didik.
Ada tiga komponen dalam variasi penggunaan media yaitu media pandangan, media dengar, dan media taktil. Apabila penggunaan media bervariasi dari satu ke yang lain, atau variasi bahan ajaran dalam satu komponen media, maka akan banyak sekali memerlukan penyesuaian indra anak didik, membuat perhatian anak didik menjadi lebih tinggi, memberi motivasi belajar,mendorong berpikir dan meningkatkan kemampuan belajar.




 

Sumber :  Majid, Abdul. 2013. Strategi pembelajaran. Bandung : Pt Remaja Rosdakarya

Variasi dalam Pola Interaksi dan Kegiatan




Pola interaksi guru dengan murid dalam kegiatan belajar mengajar sangat beraneka ragam coraknya, mulai dari gerakan yang didominasi oleh dilakukan oleh murid itu sendiri. Pola  interaksi dapat berbentuk klasikal, kelompok, dan perorangan, sedangkan  variasi kegiatan bisa berubah mendengarkan informasi, menelaah materi, diskusi, latihan,  atau demonstrasi. Dalam mengadakan variasi, guru perlu mengingat prinsip-prinsip penggunaan yang meliputi:
1.      Kesesuaian
2.      Kewajaran
3.      Kelancaran dan kesinambungan
4.      Perencanaan bagi alat atau bahan yang memerlukan penataan khusus

C I N T A





       Dialog merupakan laku penciptaan dunia oleh para manusia yang mencintai dunia, mencintai sesama manusia dan mencintai kehidupan. Cinta merupakan pondasi dari dialog. Cinta merupakan tanggung jawab dari subjek subjek yang memperjuangkan kebebasan dan tidak berada dalam relasi dominasi. Dominasi memunculkan patologi cinta, sadisme terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Cinta merupakan laku pemihakan terhadap kaum tertindas dimanapun mereka berada, tindakan dari cinta adalah komitmen terhadap prinsip mereka, prinsip pembebasan. 
      Sebagai tindakan dari pemihakan terhadap kaum tertindas, cinta tidak dapat sentimental sebagai suatu tindakan dari kebebasan ia tidak dapat bertindak sebagai dari untuk manipulasi. Kita harus kebebasan orang-orang lain, jika tidak demikian, ia bukanlah cinta. Hanya dengan mengakhiri situasi penindasan cinta yang hilang dapat dipulihkan. Jika aku tidak mencintai dunia, jika aku tidak mencintai kehidupan, jika aku tidak mencintai orang-orang, aku tidak dapat terlibat dalam dialog. Dalam proses pembelajaran seorang guru harus membangun cinta pada semua muridnya, cinta yang diawali dengan perasaan empati. Menurut Arnold dalam (Loreman, 2010 :23). Empati telah digambarkan sebagai “kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan diri dan orang lain ini adalah kemampuan canggih yang melibatkan attunement (fokus pada orang lain) decentering (melihat orang lain dengan berbagai pertimbangan dan intopeksi tindakan bijaksana, serta tulus". Berdasarkan pendapat Arnold dapat ditarik kesimpulan bahwa proses mendidik harus didasarkan atas rasa cinta dan kasih sayang diawali dari rasa empati kepada anak didik dengan proses mendidik yang kaya akan rasa kasih sayang diyakini akan memberikan pengaruh positif jangan terus berkelanjutan.



Sumber : Kesuma, Dharma dan Teguh Ibrahim. 2016. Struktur Fundamental Pedagogik. Bandung : Pt Refika Aditama.